JAKARTA, Keterlibatan perusahaan-perusahaan besar di dalam negeri mendukung peningkatan kualitas lulusan perguruan tinggi masih rendah. Hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah perusahaan-perusahaan di dalam negeri yang bersedia menerima mahasiswa dalam program magang atau kerja yang bertujuan untuk memberi pengalaman belajar secara nyata di dunia kerja.
Dukungan untuk menerima mahasiswa bekerja umumnya dari perusahaan-perusahaan multinasional. Baru sekitar 25 perusahaan atau industri besar sejak tahun 1997 hingga sekarang yang mendukung program cooperative academic education (co-op) yang dikembangkan Depdiknas sebagai strategi pendidikan untuk meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi.
Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, di Jakarta, Jumat (19/9), mengatakan ada kendala untuk menerima mahasiswa bekerja di perusahaan karena umumnya mahasiswa punya softskills dan hardskills yang belum memenuhi persyaratan. Akibatnya, pendidikan dan pelatihan ekstra harus diberikan perusahaan tersebut.
Program co-op yang beda dengan magang biasa, tempat mahasiswa bekerja sesuai kebutuhan nyata dunia kerja selama 3-6 bulan yang diseleksi perguruan tinggi dan perusahaan, cukup penting. Program ini bisa meningkatkan daya saing lulusan perguruan tinggi di dunia kerja. "Supaya terus bisa berjalan, penyiapan mahasiswa nantinya akan dilakukan di perguruan tinggi dengan dukungan dana dari Depdiknas," kata Fasli.
Terbatasnya perusahaan yang mendukung program co-op mahasiwa perguruan tinggi mengakibatkan setiap tahun hanya mampu menerima 50-70 orang. Keterbatasan itu membuat membuat Depdiknas melirik usaha kecil dan menengah (UKM) sejak tahun 2003.
Program co-op di perusahaan UKM itu mampu meningkatkan jumlah mahasiswa yang bisa mengalami secara nyata bekerja di perusahaan. Mahasiswa yang ikut dalam program itu dilatih terlebih dahulu sebagai bagian kesepakatan Ditjen Dikti depdiknas dan Kantor Deputi Sumber Daya Mansuia Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Hingga tahun lalu, sebanyak 647 UKM terlibat. Mahasiswa yang bisa mengikuti program itu emncapai 1.800 orang dari 32 perguruan tinggi.
Keterlibatan mahasiswa dalam program co-op UKM itu justru menantang mahasiswa untuk bisa mengembangkan perusahaan UKM tersebt yang terbatas dari permodalan. Bahkan, mahasiwa diharapkan bisa belajar berwirausaha, mengembangkan kreativitas, dan memiliki daya juang tinggi atau tidak putus asa.
Rizky Wisnoentoro, Koordinator Pusat Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public Relations Jakarta, yang tengah studi soal tanggung jawab sosial perusahaan, mengatakan kesadaran untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik pada masyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan, seharusnya bisa tumbuh di setiap perusahaan besar dan kecil di Indonesia.
Mestinya tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR itu disadari sebagai bagian dari etika bisnis. Bagi perusahaan, reputasinya bisa semakin baik. "Sebab, mereka dapat pengakuan dari masyarakat yang bisa menilai secara obyektif keterlibatan perusahaan dalam mendukung pengembangan komunitas di sekitarnya," kata Rizky.
ELNSumber : .kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar