SAMPIT, KOMPAS.com — Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, mengatakan bahwa masyarakat telah salah mengartikan pendidikan gratis sehingga semuanya dianggap gratis.
"Pengertian seperti itu sangatlah keliru, sebab yang dimaksud dengan pendidikan gratis hanya untuk beberapa aspek saja, seperti SPP, biaya pendaftaran terkait formulir, kemudian yang sifatnya menyangkut fisik seperti meja kursi memang tidak boleh ada pungutan, tapi kalau untuk seragam, buku pelajaran adalah tanggung jawab orangtua," kata Ketua Komisi A DPRD Kotim, Kimekson Tarung, di Sampit, Selasa (21/7).
Menurut Kimekson, beberapa waktu terakhir ini banyak pengaduan dan keluhan dari masyarakat soal masih tingginya pungutan dalam Pendaftaran Siswa Baru (PSB), baik SD, SMP maupun SMA. Untuk itu, dalam waktu dekat pihaknya berencana akan melakukan sidak ke lapangan dengan sistem acak.
Selain untuk melihat langsung tentang anggaran PSB, pihaknya juga ingin mengetahui benar tidaknya laporan masyarakat tersebut. Dia mengatakan, kekeliruan ini harus segera diluruskan agar ke depannya jangan lagi ada anggaran untuk sekolah lalu dibilang pungutan liar, sekolah tentunya juga punya dasar dan pertimbangan untuk memungut biaya dari orangtua siswa, tetapi kalau ditemukan menyimpang harus segera dilaporkan.
Sementara itu, menanggapi adanya pungutan PSB, Kepala Sekolah Dasar Negeri 6 Mentawa Baru Hulu Sampit Sukarma mengaku, sebelumnya dia sempat diprotes oleh orangtua siswa baru karena dinilai telah melakukan pungutan di luar ketentuan yang berlaku dalam PSB. Pihaknya sangat menyayangkan kesalahpahaman orangtua siswa baru terkait masalah anggaran dalam PSB.
"Sebetulnya pihak sekolah tidak bermaksud memungut biaya, tapi sebelumnya kami memang kurang sosialisasi, namun uang pungutan tersebut telah kami kembalikan semua ke orangtua murid dan kelihatannya tidak ada masalah," katanya.
Sukarma mengungkapkan, mengenai program sekolah untuk pengadaan perangkat komputer dan penambahan meja kursi terpaksa akan ditunda dulu. Selain anggarannya terbatas, sekolah juga tidak mampu untuk mengadakannya saat ini karena itu semua adalah kehendak orangtua siswa.
Mengenai program pendidikan gratis, Sukarma menilai, selama ini memang sangat membingungkan masyarakat, terutama bagi mereka yang memahaminya dengan setengah-setengah. Selama ini para orangtua murid berpendapat dengan adanya program pendidikan gratis, berarti tidak ada pungutan atau iuran sama sekali.
"Padahal dana Bantuan Operasi Sekolah (BOS) hanya menanggung 14 item, di antaranya untuk biaya pendaftaran, pengadaan formulir dan administrasi pendaftaran, kemudian pembelian buku referensi koleksi perpustakaan dan buku teks pelajaran perpustakaan," jelasnya.
Lebih lanjut Sukarma memberikan contoh bahwa untuk membeli buku pelajaran, ada buku pegangan siswa dibawa pulang dan dimiliki. Hal ini tentunya di luar dari dana BOS. Buku yang ditanggung BOS hanya buku aset sekolah, bukan milik pribadi siswa itu. Jadi, adanya biaya seperti ini terkadang kurang dipahami oleh orangtua siswa.
"Orangtua murid tahunya hanya menebus buku yang diminta oleh pihak sekolah, sehingga terjadilah kerancuan pemahaman para orangtua siswa, karena mendengar pendidikan gratis berarti tidak ada pungutan dan bayar apa pun lagi," ungkap Sukarma.
LTF
Sumber: .kompas.com
Selasa, September 08, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar