MEDAN, Guru sering menjadi sasaran
pengutipan uang ilegal sejak Orde Baru. Pada era otonomi daerah
pungutan terhadap guru semakin marak. Maraknya pungutan ini terjadi
seiring dengan meningkatnya kesejahteraan guru.
"Pengutipan hak
guru bukan hal baru. Sejak Orde Baru praktek ini sudah terjadi. Setelah
otonomi daerah (2004) pungutan hak guru malah semakin meningkat," kata
Ketua Dewan Pendidikan Medan, Mutsyuhito Solin, saat ditemui di Medan,
Selasa (8/9).
Solin mengatakan pungutan ilegal masa Orde Baru
berupa biaya menjelang kenaikan pangkat, biaya bagi mereka yang ingin
menjadi kepala sekolah, biaya untuk kegiatan sekolah, dan biaya untuk
mengambil surat keputusan pengangkatan promosi jabatan. "Ketika itu,
pungutan ini sangat terasa karena kesejahteran guru belum sebesar
sekarang," katanya.
Pada masa otonomi daerah, pungutan terhadap
guru berlanjut dan semakin banyak ragamnya. Pungutan ini merupakan
warisan yang pernah terjadi pada masa Orde Baru. Selain model pungutan
lama, sekarang muncul pungutan model baru dengan jumlah beragam.
Sejumlah
pungutan itu di antaranya biaya untuk pendaftar an sertifikasi guru.
Pendaftaran sertifikasi ini diusulkan oleh sekolah masing-masing.
Lantaran berebut, sebagian sekolah memanfaatkannya dengan mengutip uang
dari guru. "Laporan yang pernah masuk kepada kami kutipan ini senilai
Rp 100.000 per orang," katanya.
Biaya administrasi
Pungutan
lain berupa pembebanan biaya administrasi tunjangan fungsional kepada
guru. Tidak hanya biaya administrasi guru juga harus menanggung pajak
tunjangan fungsional. Penyunatan tunjangan fungsional ini sempat
menjadi polemik di antara guru. Namun mereka belum berani melaporkan
hal ini secara terbuka. Para guru diliputi rasa khawatir dipecat oleh
sekolah masing-masing. "Sudah berbuih mulut saya menyampaikan hal ini
ke dinas pendidikan, tetapi pungutan tetap saja jalan," kata Solin.
Ketua
Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) Medan, Partomuan Silintonga
mengaku jengkel dengan segala bentuk pungutan ini. Dia berencana
melaporkan ke polisi jika sekolah masih memungut tunjangan fungsional
guru. Pungutan terhadap guru kembali terulang di sejumlah sekolah.
Berdasarkan
laporan PGSI Medan, sejumlah kepala sekolah meminta uang kepada guru
penerima tunjangan fungsional. Uang ini merupakan biaya yang
dikeluarkan pihak sekolah mengurus tunjangan fungsional. Sebagian guru
mengaku, biaya tidak resmi ini dibebankan kepada guru sejak awal
pengusulan.
"Kami tidak main-main, kami sedang mengumpulkan bukti
hukum pungutan tunjangan fungsional," kata Partomuan. Adapun besaran
pungutan tunjangan fungsional ini bervariasi mulai Rp 50.000 sampai Rp
300.000 per orang. Adapun jumlah tunjangan senilai Rp 1,2 juta per
semester.
NDY
Sumber: .kompas.com/
Sabtu, September 19, 2009
Terlalu.guru.jadi.perahan.sejak.orde.baru
Label:
Nasional,
Pendidikan,
Teks
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar