Sabtu, Agustus 29, 2009

Pindad Akui Kirim Senjata ke Filipina dan Mali

Bandung - PT Perindustrian TNI-AD (Pindad), perusahaan spesialis alat-alat persenjataan berat, membantah menjual senjata secara ilegal ke Filipina. Pabrik senjata di Bandung ini hanya mengekspor senjata laras pendek ke Filipina dan laras panjang ke Mali. ”Kebetulan senjata pesanan pihak Mali berada dalam satu kapal dengan pesanan Filipina” kata Timbul Sitompul, Juru Bicara PT Pindad saat dihubungi Tempo di Bandung, Jumat (28/8).

Timbul menuturkan, perusahaannya menerima pesanan 10 pucuk Pistol P2 Pindad. Senjata laras pendek itu dipesan Persatuan Menembak Filipina. Pada saat yang bersamaan, Pindad akan mengirimkan pesanan dari Negara Mali, Afrika, sebanyak 100 pucuk senjata jenis SS1-V1 (Senjata Serbu 1 - Varian 1).

Pesanan Mali dimasukin dalam 20 kotak. Adapun untuk Filipina dalam satu kotak. Seluruh pesanan itu dikirim bersamaan dalam satu kapal. ”Sebelum ke Mali, (kapal)mampir sebentar ke Filipina. Barangnya ada dalam kapal itu. Mungkin prosedur dan miss komunikasi,” kata Timbul.

Timbul membantah, kiriman Pindad itu illegal. Semua senjata itu ada nomer serinya, berikut dokumen-dokumennya. Namun ia mengakui, sedang terjadi masalah dengan pihak Pabean Filipina dan kini sedang diselesaikan. ”Jadi itu legal, ada dokumennya. Tak benar seperti yang disebut koran kalau itu buatan Israel, itu (buatan) Pindad dan pesanan legal untuk Mali,” ujarnya lagi menegaskan.

Soal bagaimana kemudian ada beberapa peti kosong, Timbul mengaku tak tahu. Namun yang jelas, pihaknya kini sedang mengurus ke Pabean Filipina, berkaitan dengan pengiriman tersebut. Timbul menegaskan, dalam urusan pengiriman dan penjualan senjata, Pindad tak mau gegabah. Apalagi dokumen-dokumen jual beli yang disertakan, melibatkan izin dua negara.

Karenanya, ia membantah kemungkinan ada pihak ketiga yaitu sindikat pemasok bermain dalam kasus ini. Menurut Timbul, sertifikat kontrak jual beli mencantumkan dua negara. Berikut izin rekomendasi ekspornya juga tak gampang karena melalui izin dari Departemen Pertahanan. ”Dalam sertifikat (izin) diteken (pejabat level) Mayjen lo, tak bisa gegabah” ujarnya.

Meski begitu, Timbul mengakui, kalau dalam klausul kontrak, memang memungkinkan negara pembeli senjata pindad, menjual senjata itu ke pihak ketiga, tanpa perlu izin ke Indonesia. ”Memang tidak seperti di Amerika, kalau satu negara membeli senjata dan kemudian menjualnya kembali ke negara lain, harus mendapat izin dari Amerika,” ujarnya.

Timbul sendiri memastikan, nilai total seluruh senjata yang ”nyangkut” di Pabean Filipinan sendiri tidak besar. Pesanan senjata laras panjang untuk Mali senilai Rp 800 juta dan pistol untuk Filipina hanya Rp 60 juta.

Sebelumnya, seperti diberitakan media-media Filipina, pihak Pabean Filipina, pada Kamis (20/8) pekan lalu, telah menangkap sebuah kapal berbendara Panama dengan nama MV Captain Ufuk di pelabuhan Mariveles, Provinsi Bataan, utara Manila. Dari hasil penggeledahan diketahui kapal bernakhoda Jhon Lawrence, warga Afrika Selatan, tersebut membawa 54 kotak senjata laras panjang, pistol dan amunisinya. Dari hasil penyelidikan, senjata-senjata tersebut berjenis SS1-VI Pindad, buatan Pindad, Bandung, yang sedianya akan dikirim ke negara Mali dan sebagian ke Filipina. Semula, pihak Pabean Filipina menduga senjata-senjata ini ilegal.

WIDIARSI AGUSTINA

Sumber: TEMPO Interaktif

0 komentar:

Menurut anda, haruskah pemerintah menaikkan harga BBM?

 
© free template by uniQue menu with : CSSplay photo header : pdphoto