Senin, November 02, 2009

Bibit dan Chandra Ditahan, Polri Dikecam


JAKARTA, KOMPAS.com — Langkah Kepolisian RI menangkap dan menahan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, menuai kecaman keras dari banyak kalangan masyarakat sipil. Walau diakui hal itu merupakan hak subyektif kepolisian, banyak kalangan melihat hal itu dilakukan kepolisian tanpa melihat betapa sensitifnya kasus tersebut di mata masyarakat. Pasalnya, masyarakat sudah sejak lama muak terhadap praktik dan perilaku koruptif, terutama yang dilakukan oleh aparat sendiri.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana, Kamis (29/10), dirinya yakin apa yang dilakukan Polri tadi justru hanya akan menyulitkan posisi pemerintahan yang baru saja terbentuk, terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang pastinya akan mendapat banyak kritik keras dari masyarakat.
“Bukan tidak mungkin masyarakat menjadi tidak percaya terhadap komitmen Presiden Yudhoyono memberantas korupsi seperti selama ini dia sampaikan dalam banyak kesempatan. Sangat disayangkan, apalagi Presiden sendiri sudah minta kasus ini segera dituntaskan,” ujar Hikmahanto.
Hikmahanto, yang sejak Agustus 2008 sudah tidak lagi menjabat Dekan FHUI itu, mengaku juga heran dengan sikap Polri yang sepertinya khawatir dengan opini publik, yang seolah hal itu bisa dilakukan atau dibentuk melalui sejumlah pernyataan Bibit dan Chandra selama ini melalui media massa.
Menurut Hikmahanto, sudah saatnya Presiden Yudhoyono memberi pernyataan dan arahan yang tegas ke Polri agar institusi itu tidak perlu lagi menafsir-nafsirkan apa yang dikehendaki Presiden, apalagi mengingat. Jika sampai salah menafsirkan, malah justru merugikan dan menjatuhkan citra Presiden Yudhoyono sendiri.
“Jangan sampai publik mencitrakan Bibit dan Chandra sebagai orang-orang yang dizalimi seperti pernah terjadi saat Presiden Yudhoyono pertama kali maju mencalonkan diri menjadi presiden tahun 2004 lalu. Kesalahan yang dilakukan Polri bukan tidak mungkin menempatkan Bibit dan Chandra malah berhadap-hadapan langsung dengan Presiden Yudhoyono,” ujar Hikmahanto.
Kecaman senada juga dilontarkan Saharuddin Daming, salah seorang komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang memprotes keras langkah sewenang-wenang Polri menangkap dan menahan Bibit dan Chandra. Polri, menurut Saharuddin, tidak punya alasan kuat karena kedua pimpinan KPK nonaktif itu dinilai kooperatif.
“Sama sekali tidak ada alasan bagi Polri melakukan penahanan. Apa yang dilakukan kepolisian itu sudah menjadi bentuk pelanggaran HAM yang sangat serius. Kami di Komnas HAM akan segera berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait lain termasuk soal kemungkinan kami memanggil Kepala Polri,” ujar Saharuddin saat dihubungi di Makassar.
Saharuddin menegaskan, Komnas HAM akan segera mengeksaminasi apa-apa yang telah dilakukan Polri selama ini, terutama soal adanya kemungkinan langkah yang dilakukan memang sudah sesuai hukum atau memang memiliki muatan-muatan tertentu. Jika benar terjadi, hal itu tentunya menunjukkan kemunduran (set back) yang justru dilakukan oleh pemerintah sendiri.
Sudah seharusnya Polri dalam menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum menerapkan prinsip hukum yang berdasarkan penegakan HAM dan bukan didasari seleranya sendiri. Saharuddin melihat banyak kejadian menunjukkan Polri sudah mengabaikan HAM, terutama dengan semakin maraknya para pegiat demokrasi dan lembaga antikorupsi yang justru malah dikriminalisasikan.
Lebih lanjut dalam kesempatan terpisah, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi meminta Polri segera menyelidiki orang-orang yang disebut dalam transkrip rekaman, yang berisi percakapan sejumlah pihak termasuk beberapa petinggi Kejaksaan Agung RI dan diduga bertujuan merekayasa kasus yang melibatkan Bibit dan Chandra.
“Memang sebenarnya rekaman itu kan simpang siur dan tidak jelas, bahkan menyebut nama RI-1. Jadi yang perlu dikejar adalah orang-orang yang disebut di dalam (transkrip) situ, terutama yang perempuan itu. Saya kok jengkel sekali dengan dia itu, ya. Siapa dia sebenarnya, kok terkesan berkuasa sekali mengatur sistem peradilan di negeri ini dan merendahkan Presiden juga,” ujar Muladi.
Hal itu disampaikan Muladi seusai membuka dan menjadi pembicara pembuka (keynote speaker) dalam acara uji publik Qanun Jinayat di Aceh, yang digelar Komnas Perempuan di Gedung Lemhannas.
Muladi menambahkan, aparat intelijen terutama Badan Intelijen Negara (BIN) harus turun tangan tanpa perlu diperintah lagi untuk mengejar dan mengungkap orang-orang yang disebut-sebut dalam transkrip tersebut. Namun, Muladi meminta kepolisian terus melanjutkan kasus Bibit dan Chandra tanpa perlu terpengaruh transkrip rekaman tadi.

0 komentar:

Menurut anda, haruskah pemerintah menaikkan harga BBM?

 
© free template by uniQue menu with : CSSplay photo header : pdphoto