SURABAYA, KOMPAS.com — Penahanan dua pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit S Rianto dan Chandra
M Hamzah, merupakan upaya sistematis, terencana, dan masif untuk
menggembosi KPK. Jika langkah KPK terus dijegal, dikhawatirkan
penindakan kasus korupsi di Indonesia akan kembali pada bentuk-bentuk
lama.
Demikian penuturan anggota Dewan Penasihat Aliansi
Masyarakat Antikorupsi Surabaya yang juga pengajar ilmu hukum
Universitas Airlangga Surabaya I Wayan Titip Sulaksana, Jumat (30/10)
di Surabaya.
"Alasan penahanan keduanya (Bibit dan Chandra)
terlalu dicari-cari. Dugaan pemerasan tidak terbukti. Selain itu,
penyalahgunaan jabatan yang dituduhkan yang seharusnya masuk dalam
ranah pelanggaran administrasi justru dikrimininalkan," paparnya.
Menurut
Wayan, dari sisi prestasi, kiprah KPK dalam menangani kasus-kasus
korupsi dinilai lebih berkualitas dibandingkan Kepolisian dan
Kejaksaan. Hal ini terlihat dari sisi pengungkapan kasus, hasil putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang tak pernah bebas murni,
dan shock terapi para pelaku korupsi pascakehadiran KPK.
"Bila
mendengar KPK akan datang, orang-orang di daerah langsung kaget dan
berkeringat dingin. Tetapi jika yang datang orang Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) reaksinya
berbeda, lebih tenang," kata Wayan.
Dengan penahanan Bibit dan
Chandra, menurut Wayan, upaya pengungkapan kasus-kasus korupsi di
Indonesia terancam kembali ke bentuk-bentuk penindakan lama yang lebih
lunak dan kooperatif. Padahal, korupsi tergolong sebagai bentuk
kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan khusus.
Wayan
berharap, pengungkapan kasus-kasus korupsi melalui Pengadilan Tipikor
juga diterapkan di daerah-daerah. Jika masalah korupsi hanya
diselesaikan melalui pengadilan umum maka banyak kasus korupsi di
daerah yang akan lolos.
Harus bisa buktikan
Sementara
itu, pengajar hukum Universitas Airlangga Emanuel Sujatmoko mengatakan,
unsur penyalahgunaan yang dituduhkan pihak Kepolisian pada Bibit dan
Chandra harus dicermati, apakah masuk dalam aspek pidana atau
perdata/administrasi.
Emanuel menyadari tiap warga negara
memiliki kesamaan di hadapan hukum, termasuk para pimpinan KPK. Karena
itu, setelah menahan dan menjadikan Bibit dan Chandra tersangka,
Kepolisian harus bisa membuktikan tuduhan-tuduhan mereka.
"Jika
di pengadilan tak terbukti, sama seperti para pimpinan KPK, para
petinggi polisi juga harus berani mengundurkan diri. Pihak Kepolisian
tampaknya sudah yakin betul jika KPK salah, padahal tuntutan mereka tak
jelas," kata Emanuel.
Senin, November 02, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar