Senin, November 02, 2009

Presiden Janji Patuhi Putusan Sela MK


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, dirinya adalah seorang konstitusionalis, yang patuh pada hukum dan ketentuan perundang-undangan. Oleh sebab itu, ia akan menghormati dan mematuhi keputusan sela/provisi Mahkamah Konstitusi (MK) dengan segera memberhentikan tetap sampai dengan adanya keputusan definitif MK.
Keputusan sela/provisi itu menetapkan Presiden Yudhoyono tidak bisa memberhentikan secara tetap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif), Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, meski keduanya nanti berstatus terdakwa. Presiden Yudhoyono harus menunggu putusan MK terkait dengan uji materi Pasal 32 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang No 30 Tahun 2020 tentang KPK.
Hal itu disampaikan Presiden Yudhoyono, saat menjawab pers, ketika memberikan penjelasan terkait dengan penahanan dua pimpinan KPK di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (30/10) sore. Dalam penjelasannya, Presiden Yudhoyono hanya ditemani Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, dan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana.
"Saya tahu, ada putusan sela. Saya akan menghormati dan mematuhi sampai adanya hasil dari keputusan MK. Kalau keputusan uji materi itu diterima, dan tidak boleh langsung diberhentikan tetap dan hanya diberhentikan sementara, ya, saya akan mengikuti. Kalau diberhentikan tetap pun, saya akan mengikuti. Saya ini seorang kontitusionalis, yang patuh hukum. Oleh karena itu, saya tunggu putusan MK," tandas Presiden.
Menjawab pertanyaan bahwa keputusan sela MK itu bisa memenjarakan Presiden Yudhoyono untuk mengeluarkan keputusan berikutnya terkait pemberhentian tetap kedua pimpinan KPK setelah adanya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebelumnya, Presiden meminta pers tidak mencampuradukkan perppu dengan kewenangan Presiden.
"Kewenangan Presiden mengeluarkan perppu itu ada dalam UUD. Perppu dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Sebelum mengeluarkan perppu, kita sudah menelaah dengan kejadian di KPK, yaitu abstainnya pimpinan KPK dalam waktu lama yang dinilai akan mengganggu kinerjanya," tambahnya.
Dikatakan Presiden, "Meskipun itu kewenangan saya, kewenangan konstitusional saya, saya berkomunikasi dengan pimpinan lembaga negara untuk mencari solusi terbaik agar pemberantasan korupsi tidak berhenti. Jadi, konteksnya tidak lantas Presiden melakukan sesuatu akan 'terpenjara'. Tidak, itu hak konstitusional saya."
Perbedaan UU KPK
Menurut Presiden, pihaknya pernah bertanya perihal pemberhentian sementara itu. "Yang saya tahu yang berlaku di lingkungan pemerintah, kalau seseorang dinyatakan sebagai tersangka, itu belum ada sanksi administratif. Akan tetapi, begitu seseorang dinyatakan sebagai terdakwa, seperti contohnya seorang gubernur, maka saya memberhentikan sementara setelah menjadi terdakwa," paparnya.
Namun, lanjut Presiden, setelah yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah di pengadilan maka pihaknya mengaktifkan kembali dan merehabilitasi namanya.
"UU KPK tampaknya berbeda. Baru menjadi tersangka, seseorang itu harus sudah diberhentikan sementara. Begitu menjadi terdakwa maka ia diberhentikan secara tetap. Itu amanah UU, itulah yang dulu menyangkut Pak Antasari Azhar. Karena beliau dinyatakan sebagai terdakwa dan kemudian dimintakan kepada saya untuk diberhentikan maka saya jalankan amanah UU itu," demikian Presiden.

0 komentar:

Menurut anda, haruskah pemerintah menaikkan harga BBM?

 
© free template by uniQue menu with : CSSplay photo header : pdphoto