JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi dalam
putusan selanya mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sebelum
menjatuhkan putusan akhir menyatakan menunda pelaksanaan Pasal 32 ayat
(1) huruf (c) dan Pasal (32) ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni pemberhentian
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi terdakwa karena
melakukan tindak pidana kejahatan sampai ada putusan akhir Mahkamah
terhadap status quo," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud, saat membacakan putusan sela di Mahkamah Konstitusi, Jakarta (29/30).
Dengan
begitu, Mahfud mengatakan bahwa secara administratif meminta presiden
untuk menunda pemberhentian secara tetap terhadap dua pimpinan KPK
non-aktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, yang menjadi
terdakwa dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
"Ditunda
pelaksanaannya, mereka tetap kepada status pemberhentian sementara.
Misalnya nanti sore Bibit dan Chandra ditetapkan menjadi tersangka,
Presiden harus menunda pemberhentian secara tetapnya," kata dia.
Seperti
yang diketahui sebelumnya, pihak pemohon, yakni dua pimpinan KPK
non-aktif, Bibit dan Chandra, didampingi tim kuasa hukumnya mengajukan
permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) khususnya Pasal 32 ayat (1) huruf (c) dan
Pasal (32) ayat (3) mengenai pemberhentian pimpinan KPK.
Pasal
tersebut dianggap diskriminatif dan dapat menimbulkan perbedaan
antar-pimpinan KPK dengan pejabat lain, sebab pejabat negara lainnya
baru diberhentikan jika statusnya telah memiliki kekuatan hukum yang
tetap (inkracht).
Senin, November 02, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar