JAKARTA, KOMPAS.com — Pemberitaan kasus dugaan
penyalahgunaan wewenang dan pemerasan yang menetapkan dua pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan
Chandra M Hamzah, dinilai memojokkan Polri.
Wakil Kepala Badan
Reserse Kriminal Polri Irjen Dikdik Mulyana Arif Mansur geram dengan
pemberitaan yang dinilai memojokkan Polri. Dikdik mengatakan, Polri
cukup kompromis dengan KPK dalam menyidik kasus ini.
"Kita seakan
dihakimi media. Kita sudah cukup kompromis, koordinatif, mau diperiksa
di tempat atau dipanggil. Tapi kok ada tuduhan kami merekayasa. Silakan
dibuktikan," ujarnya dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta,
Kamis (29/10).
Menurut dia, Polri tidak berniat mengkriminalisasi
KPK. Polri, lanjutnya, justru ingin membesarkan KPK. Oleh karena itu,
126 penyidik unggulan Polri diperbantukan ke komisi yang bermarkas di
Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dikdik bersikukuh,
Polri melakukan penyelidikan berdasar laporan Antasari pada 6 Juli 2009
yang dibuat berdasar testimoninya tertanggal 16 Mei 2009. Polri, kata
dia, memiliki bukti permulaan cukup untuk menetapkan status tersangka
pada Bibit dan Chandra.
Sejak 6 Juli-25 Agustus 2009, Polri telah
memeriksa empat ahli dan 15 saksi terkait kasus tersebut. "Ini sudah
terkualifikasikan, cukup bukti," jelasnya.
"Dalam memeriksa suatu
kasus, saya menyadari ada bagian yang mampu kami lihat, tapi tidak
dapat dilihat orang lain, atau sebaliknya," lanjutnya.
Senin, November 02, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar